Penyuluhan Kelompok 2 dengan Kelompok Tani Suka Maju di Desa Jenengan, Maguwoharjo
Selasa, 08 November 2016
Minggu, 16 Oktober 2016
Teknik Inokulasi Rhizobium Sebagai Upaya Peningkatan Produksi Kedelai
Kedelai
merupakan tanaman pangan yang dikenal luas oleh masyarakat karena merupakan
sumber protein nabati dengan harga terjangkau oleh sebagian besar masyarakat.
Kedelai, salah satu komoditas pertanian yang dibutuhkan sebagai bahan pangan,
pakan, maupun bahan baku industri pangan. Biji kedelai merupakan sumber protein
dan lemak nabati yang tinggi. Dari tahun ke tahun, kebutuhan kedelai terus
meningkat karena peningkatan kebutuhan bahan baku industry pangan. Meskipun
demikian, produksi kedelai di Indonesia belum dapat mencukupi kebutuhan
tersebut. Upaya peningkatan produksi tanaman kedelai dilakukan melalui berbagai
kegiatan antara lain adalah perluasan areal pertanaman, perbaikan teknologi
budidaya dan pengembangan varietas kedelai melalui program pemuliaan tanaman
sehingga akan diperoleh varietas baru yang mempunyai sifat-sifat unggul.
Kedelai merupakan salah satu tanaman leguminosae yang dapat bersimbiosis dengan bakteri diazotrop untuk memfiksasi nitrogen. Nitrogen merupakan unsur yang paling penting bagi pertumbuhan dan pengisian biji kedelai. Namun, ketersediaan nitrogen dalam tanah umumnya sangat rendah. Padahal kuantitas dan kualitas hasil biji kedelai yang tinggi memerlukan pasokan N yang tinggi pula. Penggunaan pupuk N buatan yang berasal dari gas alam, mempunyai keterbatasan. Salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan N tanaman kedelai adalah inokulasi Rhizobium sp. Inokulasi Rhizobium pada tanaman kedelai sudah lama dikenal sebagai salah satu pupuk hayati. Inokulasi Rhizobium diharapkan dapat memenuhi kebutuhan nitrogen pada tanaman kedelai sehingga dapat mengurangi kebutuhan pupuk nitrogen anorganik. Kebutuhan tanaman kedelai akan unsur hara nitrogen sangat tinggi sehingga adanya sumber nitrogen yang murah akan membantu mengurangi biaya produksi.
Bakteri Rhizobium telah lama digunakan sebagai pupuk hayati terhadap tanaman kacang-kacangan karena dapat membentuk bintil akar sehingga dapat mengikat nitrogen bebas. Secara umum inokulasi dilakukan dengan memberikan biakan Rhizobium kedalam tanah agar bakteri ini berasosiasi dengan tanaman kedelai mengikat N2 bebas dari udara. Tanah bekas ditanami kacang-kacangan biasanya diambil sebagai bahan inokulan yang mengandung bakteri Rhizobium dan bila tanah tersebut digunakan kembali untuk tanaman kedelai berikutnya maka pertumbuhan kedelai akan lebih baik, bintil akar akan mulai terbentuk sekitar 15-20 hari setelah tanam sedangkan pada tanah yang belum pernah ditanami kedelai bakteri Rhizobium tidak terdapat dalam tanah sehingga bintil akar tidak terbentuk.
Dewasa ini inokulasi dapat dilakukan dengan bahan penular bakteri Rhizobium diantaranya Legin, Nitragin, Rhizobium japonicum, Rhizobium leguminosarum, dan lain-lain. Bahan inkulum tersebut mengandung biakan bakteri Rhizobium yang berfungsi sebagai pengikat nitrogen udara karena adanya proses simbiosa bakteri dan tanaman.
Pada lahan yang sudah sering ditanami kedeiai atau pada tanah yang subur, benih sumber tidak perlu diperlakukan dengan inokulasi Rhizobium karena Rhizobium akan menjadi kurang efektif untuk mengikat nitrogen. Inokulasi Rhizobium sangat diperlukan dalam budi daya tanaman kedelai di lahan baru yang belum pernah ditanami kedelai. Praktek inokulasi dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut :
A. Inokulasi dengan Menggunakan Tanah Prosedur kerja inokulasi lahan adalah sebagai berikut: disediakan tanah bekas pertanaman kedelai sebanyak 0,3 - 0,4 ton untuk setiap hektar lahan pertanaman; inokulum tanah tersebut disebarkan secara merata pada permukaan tanah yang telah diolah; kemudian diaduk atau dicangkul hingga rata. Prosedur kerja inokulasi benih kedelai adalah sebagai berikut: tanah inokulum ditumbuk hingga halus; biji kedelai dibasahi dengan air secukupnya, kemudian dicampur dengan tanah inokulum. Untuk 50 kg benih, diperlukan sekitar 5 kg tanah inokulum. Biji yang telah dicampur dengan inoculum kemudian ditanam di lahan.
B. Inokulasi Bertahap Alami. Prosedur kerja inokulasi bertahap adalah sebagai berikut: lahan yang direncanakan akan digunakan untuk pertanaman kedelai terlebih dahulu ditanami kedelai beberapa kali secara berturut-turut. Bakteri Rhizobium akan berkembang di dalam tanah, semakin lama semakin banyak, ditandai dengan semakin banyaknya bintil akar pada akar tanaman kedelai.
C. Inokulasi dengan Biakan Murni Rhizobium. Biakan murni strain Rhizobium yang digunakan sebagai inokulum dapat berupa kultur cair, biakan agar pada botol, atau biakan Rhizobium. Bahan pembawa untuk biakan Rhizobium pada umumnya berupa gambut, namun dapat juga menggunakan kompos atau campuran gambut dan tanah liat. Prosedur inokulasi dengan biakan murni adalah sebagai berikut: disiapkan benih kedelai yang akan ditanam dan inokulum kedelai, dibasahi dengan air secukupnya, dan dicampur hingga rata. Setiap kilogram benih dicampur dengan 7,5 g inokulum biakan murni. (Ir. Amirudin Aidin Beng, MM)
Kedelai merupakan salah satu tanaman leguminosae yang dapat bersimbiosis dengan bakteri diazotrop untuk memfiksasi nitrogen. Nitrogen merupakan unsur yang paling penting bagi pertumbuhan dan pengisian biji kedelai. Namun, ketersediaan nitrogen dalam tanah umumnya sangat rendah. Padahal kuantitas dan kualitas hasil biji kedelai yang tinggi memerlukan pasokan N yang tinggi pula. Penggunaan pupuk N buatan yang berasal dari gas alam, mempunyai keterbatasan. Salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan N tanaman kedelai adalah inokulasi Rhizobium sp. Inokulasi Rhizobium pada tanaman kedelai sudah lama dikenal sebagai salah satu pupuk hayati. Inokulasi Rhizobium diharapkan dapat memenuhi kebutuhan nitrogen pada tanaman kedelai sehingga dapat mengurangi kebutuhan pupuk nitrogen anorganik. Kebutuhan tanaman kedelai akan unsur hara nitrogen sangat tinggi sehingga adanya sumber nitrogen yang murah akan membantu mengurangi biaya produksi.
Bakteri Rhizobium telah lama digunakan sebagai pupuk hayati terhadap tanaman kacang-kacangan karena dapat membentuk bintil akar sehingga dapat mengikat nitrogen bebas. Secara umum inokulasi dilakukan dengan memberikan biakan Rhizobium kedalam tanah agar bakteri ini berasosiasi dengan tanaman kedelai mengikat N2 bebas dari udara. Tanah bekas ditanami kacang-kacangan biasanya diambil sebagai bahan inokulan yang mengandung bakteri Rhizobium dan bila tanah tersebut digunakan kembali untuk tanaman kedelai berikutnya maka pertumbuhan kedelai akan lebih baik, bintil akar akan mulai terbentuk sekitar 15-20 hari setelah tanam sedangkan pada tanah yang belum pernah ditanami kedelai bakteri Rhizobium tidak terdapat dalam tanah sehingga bintil akar tidak terbentuk.
Dewasa ini inokulasi dapat dilakukan dengan bahan penular bakteri Rhizobium diantaranya Legin, Nitragin, Rhizobium japonicum, Rhizobium leguminosarum, dan lain-lain. Bahan inkulum tersebut mengandung biakan bakteri Rhizobium yang berfungsi sebagai pengikat nitrogen udara karena adanya proses simbiosa bakteri dan tanaman.
Pada lahan yang sudah sering ditanami kedeiai atau pada tanah yang subur, benih sumber tidak perlu diperlakukan dengan inokulasi Rhizobium karena Rhizobium akan menjadi kurang efektif untuk mengikat nitrogen. Inokulasi Rhizobium sangat diperlukan dalam budi daya tanaman kedelai di lahan baru yang belum pernah ditanami kedelai. Praktek inokulasi dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut :
A. Inokulasi dengan Menggunakan Tanah Prosedur kerja inokulasi lahan adalah sebagai berikut: disediakan tanah bekas pertanaman kedelai sebanyak 0,3 - 0,4 ton untuk setiap hektar lahan pertanaman; inokulum tanah tersebut disebarkan secara merata pada permukaan tanah yang telah diolah; kemudian diaduk atau dicangkul hingga rata. Prosedur kerja inokulasi benih kedelai adalah sebagai berikut: tanah inokulum ditumbuk hingga halus; biji kedelai dibasahi dengan air secukupnya, kemudian dicampur dengan tanah inokulum. Untuk 50 kg benih, diperlukan sekitar 5 kg tanah inokulum. Biji yang telah dicampur dengan inoculum kemudian ditanam di lahan.
B. Inokulasi Bertahap Alami. Prosedur kerja inokulasi bertahap adalah sebagai berikut: lahan yang direncanakan akan digunakan untuk pertanaman kedelai terlebih dahulu ditanami kedelai beberapa kali secara berturut-turut. Bakteri Rhizobium akan berkembang di dalam tanah, semakin lama semakin banyak, ditandai dengan semakin banyaknya bintil akar pada akar tanaman kedelai.
C. Inokulasi dengan Biakan Murni Rhizobium. Biakan murni strain Rhizobium yang digunakan sebagai inokulum dapat berupa kultur cair, biakan agar pada botol, atau biakan Rhizobium. Bahan pembawa untuk biakan Rhizobium pada umumnya berupa gambut, namun dapat juga menggunakan kompos atau campuran gambut dan tanah liat. Prosedur inokulasi dengan biakan murni adalah sebagai berikut: disiapkan benih kedelai yang akan ditanam dan inokulum kedelai, dibasahi dengan air secukupnya, dan dicampur hingga rata. Setiap kilogram benih dicampur dengan 7,5 g inokulum biakan murni. (Ir. Amirudin Aidin Beng, MM)
Sumber :
1. Azizah. 2011.Skripsi : Pengaruh Tiga Inokulan Bakteri Pembentukan Bintil
Akar Tanaman Kedelai Pengaruh Tiga Inokulan Bakteri Rhizobium Terhadap
Pembentukan Bintil Akar Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merril)
(repository.unand.ac.id/diakses pada 1 Junil 2016)
2. Pitojo, Setijo. 2003. Seri Penangkaran : Benih Kedelai. Yogyakarta: Kanisius
(https://books.google.co.id, diakses pada 20 Agustus 2016)
3. Purwaningsih, Okti dkk.. Tanggapan Tanaman Kedelai Terhadap Inokulasi
Rhizobium (upy.ac.id/, diakses pada 1 Junil 2016)
Tanggal Artikel : 10-09-2016
Diakses melalui :
http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail/10780/teknik-inokulasi-rhizobium-sebagai-upaya-peningkatan-produksi-kedelai pada tanggal 17 Oktober 2016.
Golongan B3 Kelompok II
Sabtu, 15 Oktober 2016
Pengendalian Hama Ulat Kantung (Pagodiela sp) Perusak Daun Jambu Mete
Adanya hama dan penyakit tanaman
sangat menggangu pertumbuhan tanaman dengan dampak yang berbeda-beda tergantung
jenisnya itu sendiri. Hama Ulat Kantung salah satu hama yang merusak daun dan
mengakibatkan tanaman menjadi gundul. Ulat jenis ini dapat dijumpai didaerah
Jawa Barat, Bengkulu, Sulawesi Tengah, dan beberapa daerah lainnya. Ulat jenis ini juga dapat dijumpai pada tanaman-tanaman lain yang berjenis
perdu dan jambu-jambu seperti jambu biji.
Cara
berkembang ulat ini adalalah melalui kantung-kantung. Ulat kantung berkembang
sangat cepat sekali sehingga tanaman yang terserang akan menjadi gundul. Ulat Kantong memiliki larva seperti pagoda atau piramida. Ulat ini menyerang
tanaman dengan memakan mulai dari bawah daun sehingga timbul lubang-lubang pada
daun. Selanjutnya akibat yang ditimbulkan adalah daun tanaman menjadi menguning
lalu kering. Dampak dari keringnya daun menyebabkan gugurnya daun dan tanaman
menjadi gundul. Besar lubang pada daun tanaman sama seperti besarnya ulat
kantong yang menyerang tanaman tersebut.
Ulat kantong berkembang membesar sesuai
dengan instar. Ulat akan berkembang hingga mencapai 2.5 cm sebelum menjadi
pupa. Ulat kantong dewasa yang menjadi pupa terdapat pada tanaman inang hingga
keluar ngengat. Masa kepompong ulat ini berkisar 7-10 hari. Ngengat jantan
keluar dari kepompong bagian bawah kantong dan meninggalkan kepompong yang
kosong. Ngengat Jantan dewasa memiliki rentang sayap pendek 10-20 mm, tubuh
hitam dan antena berbulu. Imago jantan terbang mencari betina untuk kawin.
Betina tidak berkembang menjadi ngengat tetapi tetap dalam kantong dan
menyerupai belatung tanpa mata, tungkai, mulut, dan antena. Ulat kantong
berkembang dalam populasi yang tinggi dalam setiap tahunnya (Plant Health Brief
a publication of the agrifood, 2013 dalam Wahyono, et al, 2015)
Pengendalian Hama Ulat Kantung
Pengendalian dapat dilakukan dengan cara kimiawi. Wahid (2010) dan Suntari, et al (2000) menyatakan bahwa penggunaan bahan aktif Fipronil, Fosfamidon, dan Dimetoat dapat mengendalikan ulat kantong hingga mencapai 100%. Saat ini, penggunaan bahan insektisida harus diminimalisir sehingga dampak yang ditimbulkan dapat dicegah. Mengalihkan pestisida berbahan baku kimiawi dengan menggunakan jamur pathogen diharapkan mampu memberikan solusi pemecahan sekaligus tidak memiliki dampak yang luas dalam pemakaiannya. Hal ini diharapkan dapat memberikan keamanan bagi lingkungan disekitar.
Jamur yang digunakan adalah
Beauveria Bassiana Vuillemin adalah salah satu jenis jamur entomopatogenik yang
banyak digunakan secara luas. Jamur jenis ini memiliki potensi dikembangkan
secara luas. Jamur ini sangat baik bila menjadi agen pengendali tanaman hayati
untuk mengendalikan hama Ulat Kantong. Perbanyakan jamur jenis ini dengan
menggunakan medium bahan baku Jagung giling. Wahyono et al (2015) menyatakan
bahwa pengendalian Hama Ulat Kantung menggunakan biakan cendawan yang sudah
diinokulasi pada medium Jagung hingga berumur 14 hari.
Jamur Beaveriau Bassiana dalam kantung yang tahan panas dikeluarkan kemudian diremas-remas untuk melepaskan spora-spora yang melekat pada media Jagung, lalu disaring dengan menggunakan kain kassa. Dapat pula dilakukan dengan menggunakan blender. Penggunaan ini bertujuan agar konidia-konidia tidak bercampur dengan butiran Jagung yang pecah. Formulasi ini kemudian dicampur dengan 0,2 ml/l Tween 80. Selanjutnya aduk hingga merata. Formulasi yang telah diaduk kemudian disemprot kepada daun tanaman dan seluruh bagian tanaman dengan power sprayer. Wahyono et al (2014) menyatakan kombinasi jamur Baveria Bassiana dapat menekan populasi hama Ulat Kantung (Pagodiela sp) sebesar 51,34%.
Selain itu dapat menggunakan daun Mimba. Wahyono et al (2014) menyatakan bahwa dengan menggunakan daun mimba dapat menekan populasi hama Ulat Kantong (Pagodiella sp) sebesar 86,40%. Kombinasi daun Mimba dengan daun Sirsak juga efektif menekan serangan Ulat Kantong.
Hama yang menyerang daun tanaman Jambu Mete yang dikenal Ulat Kantong (Pagodiella sp) dapat dikendalikan dengan penggunaan biopestisida. Jenis jamur yang digunakan merupakan patogen serangga Baveauria Bassiana.
Daftar Pustaka
Wahid, A., 2010. Efikasi
Bioinsektisida dan Kombinasi Terhadap Hama Ulat Kantong Pagodelia sp Pada Bibit
Manggrove (Rhizophora sp) di Persemaian. Jurnal Agroland 17 (2): 162-168
Agustus 2010. ISSN:0854-641x.Http://download.portalgaruda.org/article.php?article=1091&val=752&tittle.
Diakses 23 September 2014.
Wahyono, T.E., Cucu Sukmana, Ahyar,
dan A. Suhenda. 2014. Pemanfaatan Pestisida Nabati dan Jamur Patogen Serangga
Untuk Mengendalikan Pagodelia sp. (belum publikasi).
Wahyono, T. E., Wiratno. 2015. Hama
Perusak Daun Jambu Mete, Pagodelia sp dan Pengendaliannya di KP Cikampek Jawa
Barat. Warta Balitro Vol 32 No 63, Juni 2015. Hal12-20.
Penulis :
FADILLA PRAMESTI REGITA CAHYANI
15/378271/PN/14077
B3/KELOMPOK 2
Diakses tanggal 15 oktober 2016
Langganan:
Postingan (Atom)